CBDCs for Indonesia - 1

Introducing Project Garuda

IBF Net Group
7 min readDec 5, 2022

Scroll down for the Bahasa Indonesia version.
By Dr. Mohammed Obaidullah

Background

In May 2021, Bank Indonesia announced its intention to launch a CBDC to be known as Digital Rupiah. Three reasons were cited for this move — the observed boom in digital transactions during the pandemic, the need to ward off the threat from cryptocurrencies, and the need to modernise the financial system, and speed up domestic and international payments. BI announced it was engaged in examining how the Digital Rupiah would help meet its objectives on monetary policy and payment systems, and in assessing the readiness of the financial infrastructure.

White Paper

About a year and half later, on 30 November 2022, BI released a white paper that explores the best design for the Indonesian CBDC. The white paper detailed Digital Rupiah’s high-level design and initiated public discourse about its development plan. Here are the key points discussed in the paper:

CBDC is a future-proof solution. It is a mechanism to bridge the requirement to meet public demand with the central bank’s century-old role in maintaining a well-functioning financial system. CBDC acts as the fundamental mechanism for central banks to preserve monetary and financial system stability in the digital environment.

CBDC issuance isn’t easy. CBDC must be carefully planned to be economically beneficial. CBDC should not impair central bank policy mandates in monetary and macroprudential domains (“do no harm” concept), it must coexist with other forms of money (“coexistence” principle), and it should stimulate greater innovations and efficiencies.

The Digital Rupiah project is named Project Garuda.

Project Garuda by BI contains activities to plan and design Indonesia’s CBDC, the Digital Rupiah. This project reflects BI’s needs to:

(i) handle the rapid change in digital economy and finance as the exclusive authority for issuing legal currency in Indonesia; (ii) boost its position on the world stage; and (iii) speed up the integration of digital economy and finance.

The project intends to build Digital Rupiah to serve as:

(i) the legal digital means of payment in Indonesia, (ii) the main instrument for BI to carry out its legal mandate in the digital era, and (iii) a way to boost financial inclusion, innovation, and end-to-end efficiency.

Digital Rupiah is end-to-end integrated. BI will issue Digital Rupiah in two types: wholesale Digital Rupiah with limited access servicing wholesale transactions (w-CBDC) and retail Digital Rupiah with wide access supporting retail transactions (r-CBDC).

Digital Rupiah’s agile design will allow new, innovative, and inclusive business models to grow on top of it. Digital Rupiah will have characteristics that ensure safety and availability, such as offline capabilities, which will improve access and financial inclusion in disadvantaged regions. Digital Rupiah will be programmable (e.g., smart contracts), which may boost financial growth. Digital Rupiah will tokenize tradable securities to enhance the market.

Digital Rupiah’s technological architecture will have three layers: the technology platform, digital assets, and use cases. The platform layer will contain smart contracts, identity services, regulatory services, cryptography, API, and sandboxes. BI will manage Digital Rupiah and Digital Securities in the digital asset layer. The use case layer will use digital asset layer capabilities and services. This layer will contain bank-owned and third-party use cases.

Effective Digital Rupiah implementation requires legislation and policies. Associated rules and policies will be examined iteratively from monetary, macroprudential, market deepening, and legal perspectives. This includes aspects, such as, using Digital Rupiah as a settlement asset for monetary activities or the money market, intermediation issue, procyclicality issue, operational risk management, consumer protection, privacy and data protection, and AML/CFT compliance.

Digital Rupiah will be implemented iteratively. Development will have 3 phases. Phase 1 (immediate phase) of w-CBDC Rupiah trial will include issuance, redemption, and transferring. w-CBDC use cases will be expanded in the next phase (intermediate phase). Final phase (end state) will test end-to-end combined w-CBDC and r-CBDC. This method examines different design possibilities to find the best answer.

Project Garuda’s Digital Rupiah design complements earlier BI initiatives, such as, the Blueprint for Indonesian Payment System (IPSB) 2025 and the Blueprint for Money Market Development 2025 programs to stimulate national digital transformation. Together, these projects will assist a national end-to-end digital economy and finance.

Project Garuda’s reach makes it a national-scale program that should be implemented in sync. Collaboration among stakeholders, such as the financial authority, ministry, and industry, is vital to the project’s success.

IBF Net Group as a key stakeholder in the Indonesian digital space aims to contribute to the project through a series of seminars and publications, discussions in the media involving thought leaders and professionals in the CBDC space and in partnership with universities, thinktanks and professional associations. In order to create public awareness, it plans to introduce courses and training programs in the field of digital finance in general and CBDCs in particular. As an immediate response, it will publish a series of write-ups, videos and podcasts at regular intervals to generate a healthy policy debate around this theme.

References:
Project Garuda: Navigating The Architecture of Digital Rupiah

Bulan Mei 2021, Bank Indonesia (BI) mengumumkan ketertarikannya untuk meluncurkan Central Bank Digital Currency (CDBC) yang nantinya akan dikenal sebagai Rupiah Digital. Ada beberapa alasan yang membuatnya menjadi menarik. Pertama, ledakan transaksi digital selama pandemi, kebutuhan untuk menghindarkan ancaman cryptocurrencies, dan kebutuhan untuk memodernisasi sistem finansial serta mempercepat pembayaran domestik dan internasional.

Dalam penyampaiannya di berbagai kanal media, BI menjelaskan bagaimana Rupiah Digital akan membantu dan menyelesaikan tujuan terkait kebijakan moneter dan sistem pembayaran, serta mengukur kesiapan dari infrastruktur finansialnya. Rupiah digital dipercaya akan memberikan angin segar terhadap pergerakan nilai tukarnya jika dihadapkan dengan mata uang lainnya. Hal Ini karena konsep peredarannya akan disesuaikan dengan sistem pengembangan mata uang digital lainnya.

White Paper

Sekitar satu setengah tahun kemudian, pada 30 November 2022, BI merilis sebuah white paper yang menjelaskan desain terkait CBDC di Indonesia. White paper tersebut menjelaskan desain dari Rupiah Digital serta menginisiasi pembahasan terkait pengembangannya. Adapun beberapa poin yang dibahas pada white paper tersebut:

  1. CBDC sebagai solusi berkelanjutan. CBDC adalah mekanisme untuk menjembatani kebutuhan publik dengan sistem lama bank sentral dalam membangun sistem finansial yang berfungsi dengan baik. CBDC berperan sebagai mekanisme fundamental bagi bank sentral untuk menjaga stabilitas sistem keuangan di lingkungan digital.
  2. Penerbitan CBDC tidaklah mudah. Hal ini karena CBDC harus dipersiapkan secara matang untuk menghasilkan manfaat secara ekonomi. Tentu, CBDC tidak boleh merusak mandat kebijakan bank sentral dalam hal keuangan dan makroprudensial (konsep “do not harm”). Selain itu, CBDC pun harus hadir bersama bentuk lain dari mata uang (konsep “coexistence”) dan mampu menstimulasi inovasi dan efisiensi yang lebih baik.

Proyek Rupiah Digital Ini Dinamakan Proyek Garuda.

Proyek Garuda yang dibuat oleh BI mengandung rencana dan desain dari CBDC di Indonesia, yaitu Rupiah Digital. Proyek ini merefleksikan hal-hal yang harus dilakukan BI yaitu:

  1. Mengendalikan perubahan cepat dalam ekonomi dan finansial digital sebagai otoritas khusus untuk menerbitkan mata uang legal di Indonesia.
  2. Mendorong posisinya di mata dunia.
  3. Mempercepat integrasi ekonomi dan finansial digital.

Proyek ini berpusat untuk membangun Rupiah Digital sebagai:

  1. Alat pembayaran digital yang sah di Indonesia.
  2. Instrumen utama BI untuk membawa mandat sahnya di era digital
  3. Cara untuk mendorong inklusi finansial, inovasi, dan efisiensi hulu ke hilir.

Rupiah digital sudah terintegrasi dari hulu ke hilir. BI akan menerbitkan Rupiah Digital dalam dua bentuk: wholesale Rupiah Digital dengan akses terbatas pada transaksi besar (w-CDBC) dan retail Rupiah Digital dengan akses luas yang mendukung transaksi ritel (r-CDBC).

Desain Rupiah Digital yang fleksibel akan memudahkan model bisnis baru yang inovatif dan inklusif untuk berkembang diatasnya. Rupiah Digital akan memiliki karakteristik yang dapat memastikan keamanan dan ketersediaannya, seperti kemampuan luar jaringannya yang mampu meningkatkan akses dan dan inklusi finansial di daerah yang tertinggal. Rupiah Digital dapat diprogram (smart contract) yang memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan keuangan. Rupiah Digital ini akan membuat token keamanan perdagangan untuk memperkaya pasar.

Arsitektur teknologi Rupiah Digital akan memiliki tiga lapis.

Dalam penerapannya, Rupiah Digital akan terdiri dari platform teknologi, aset digital, dan interaksi pengguna. Lapisan platform akan mengandung smart contract, identitas, regulator, kriptografi, API, serta sandbox. Kedua, BI akan mengatur Rupiah Digital dan keamanan digital dalam layer aset digital. Serta, Interaksinya akan menggunakan kemampuan lapisan aset digital dan pelayanannya, lapis ini terdiri dari interaksi pengguna dari bank dan pihak ketiga.

Efektivitas implementasi Rupiah Digital membutuhkan legislasi serta kebijakan terkait.

Sebagai sebuah langkah inovatif, tentu pengimplementasian Rupiah Digital dibarengi oleh kebijakan terkait. Aturan dan kebijakan terkait akan diperiksa secara berulang dari sisi moneter, makroprudensial, pendalaman pasar dan perspektif hukum. Hal ini mencakup beberapa aspek termasuk penggunaan Rupiah Digital sebagai aset penyelesaian untuk aktivitas keuangan atau pasar uang, perantara, prosiklikalitas, manajemen risiko operasional, proteksi konsumen, proteksi data dan privasi, serta kepatuhan terhadap AML/CFT.

Dalam perencanaannya, di masa depan Rupiah Digital akan diimplementasikan terus menerus. Dengan begitu, pengembangan Rupiah Digital akan melalui 3 tahap. Tahap pertama (tahap awal) dari w-CDBC Rupiah akan mencakup penerbitan, penukaran, serta pemindahan. Lalu, penggunaan w-CDBC akan berkembang ke tahap selanjutnya (tahap menengah). Sedangkan, untuk tahap akhir akan menguji coba kombinasi w-CDBC dan r-CDBC dari hulu ke hilir. Metode ini akan menguji beberapa desain yang memiliki kemungkinan untuk menjadi desain yang sesuai.

Dalam prosesnya, desain Rupiah Digital dari Proyek Garuda akan menyempurnakan inisiasi BI sebelumnya, seperti blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 dan program cetak biru pengembangan pasar uang 2025 untuk menstimulasi transformasi digital berskala nasional. Keduanya akan membantu mengembangkan ekonomi digital dari hulu ke hilir. Sehingga, cakupan Proyek Garuda ini menjadi program berskala nasional yang harus diimplementasikan secara beriringan. Kolaborasi antara pihak terkait seperti otoritas finansial, kementerian, dan industri merupakan hal yang vital untuk kesuksesan proyek tersebut.

IBF Net Group sebagai salah satu pihak yang ada dalam dunia digital di Indonesia akan berkontribusi melalui rangkaian seminar, publikasi, dan diskusi yang melibatkan berbagai kalangan dalam lingkup CBDC dan kerjasama bersama Universitas, dan asosiasi profesi. Untuk membangun kepedulian publik, IBF Net berencana untuk menghadirkan berbagai kelas dan pelatihan terkait keuangan digital dan CBDC. Sebagai respons awal, IBF Net akan mempublikasikan berbagai artikel, video, dan podcast secara berkala untuk menciptakan diskusi sehat terkait kebijakan ini.

Referensi: Proyek Garuda, Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah

--

--

IBF Net Group

Leveraging Research and Technology for a Halal Ecosystem